Senin, 22 Mei 2017

Cerita Silat Lawas Sekali Karya Siau Ping TjinTjin Mirah

Baca Juga:

Seri Oey Eng Burung Kenari
Tj ji int tj ji in    Mi irah  
Karya : Siau Ping Saduran : T
Sumber DJVU : Manise
Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/  http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/  http://ebook-dewikz.com
Lelakon Oey Eng si Burung Kenari
TJINTJIN MIRAH
Dituturkan oleh : T
ADD PUBLISHING Jakarta - 2009
TJINTJIN MIRAH
Oleh : Siao Ping Alih bahasa: T
Cetakan Pertama : Majalah Mingguan Star Weekly 1951
Cetakan Kedua : ADD Publishing - Juli 2009
Cerita Detektip berjudul Tjintjin Mirah, Lelakon Oey
Eng si Burung Kenari, merupakan cerita bersambung yang
dimuat di Majalah MingguanStar Weekly dalam 1 nomor
penerbitan.
Star Weekly no. 309, tanggal 1 Desember 1951, hal. 19,
20
-oo0dw0oo-
Pada jam 11.10 malam, park telah jadi sunyi. Melainkan
dua orang, masi tidak mau berlalu dari situ. Tapi mereka
terpisah dua puluh yards satu dari lain. Duduk di korsi besi
ada satu anak muda dengan tampang muka kucel, seperti
langit ketutupan megah mendung, matanya mengawasi air
sungai yang seperti tidak kenal katenangan, sinar matanya
pun guram. Di lain fihak ada satu nona muda dan eilok,
yang terus awasi ia.
Sudah ampat jam si nona perhatikan pemuda itu. Dia itu
bukan seperti lagi tunggui kawan, bukan sedang kagumin
sang gelumbang. Ia tidak bisa mendugah dengan pasti.
Achir-achirnya mendadak  pemuda itu berbangkit,
bertindak ka tepi sungai, ia seperti hendak lompatin loneng,
ia seperti hendak air, atau ia lantas mundur pula, dalam
kesangsian. Ia kembali ka korsinya, air matanya melele
kaluar.
"Ach, sudahlah!" kemudian ia buka mulutnya, mengelah
napas.
Ia berbangkit pula, menuju ka tepi sungai, akan sekali ini
terus terjun ke air dengan tidak bersangsi lagi, maka sakejab
saja, air yang deres telah gulung ia, bawa ia anyut.
Si nona terperanjat, tetapi zonder ayal, zonder sangsi, ia
lari ka tepi, buat terjunkan diri, akan susul pemuda itu,
bebokong siapa ia jambret begitu lekas - dengan bernang
cepat dan pandai - ia bisa susul pemuda itu. Keliatannya
dengan gampang ia bisa betot pemuda itu ka tepi, buat
diangkat naik ka darat.
Tatkala itu, itu anak muda masi belon tenggak banyak
air.
"Kenapa kau cari mati?" tanya si nona - kitapunya Nona
In Hong.
Anak muda itu mengawasin sekian lama, dengan sinar
matanya yang lemah.
"Aku musti binasa, tidak sekarang, tentu besok...," ia
menyaut, dengan lemah.
"Kerna cinta, eh?"
Pemuda itu goleng kepala.
"Kerna kamelaratan, tentu?"
Lagi sekali, pemuda itu goyang kepalanya.
"Kenapa dan?"
"Kerna satu barang kuno...."
"Apa kau maksudkan kau kailangan satu barang kuno?
Brapa harganya itu? Aku rasa aku bisa bantu kau...."
Angin dingin menyampok mereka, sampe dua-duanya
bergidik.
"Mari ikut aku, di rumahku kau bisa bicara," kata In
Hong.
Setengah jam kemudian, Ong Djiak Gie, si anak muda
yang nekat, sudah duduk di dalam kamar tetamu yang
anget dari rumahnya Miss In Hong di Hongkew Road.
Hiang Kat - kaponakannya Miss In Hong - telah keringin
ia punya pakean, dan Kat Po, sumoay dari si nona, telah
suguhkan kopi panas. Dan, sembari minum kopi, ia
tuturkan iapunya Ltsukeran!
"Aku ada satu verkoper barang kuno. Seminggu
berselang, satu bekas teman sekolahku datang padaku,
minta aku jualkan iapunya tok-pan dari jeman Keizer Kong
Boe dari Ahala Han. Ia minta hanya ampat-puluh dollar,
sedang harganya yang benar ada anem-puluh dollar. Aku
tidak punya uang, aku bawa itu tok-pan pada Thia le Hok,
sudagar barang kuno. Ie Hok brani bayar ampat-puluh lima
dollar, maka yang lima adalah bagianku. Tapi ia janjikan
tiga hari, katanya guna panggil achli akan preksa tok-pan
itu. Kutika tiga hari kemudian aku datang pada Ie Hok, ia
pulangin itu tok-pan seraya ia ancam aku akan jangan sekali
lagi bawakan ia barang palsu! Aku preksa itu tok-pan,
semua-muanya sama, tetapi ini benar ada tok-pan tiruan,
maka aku jadi kaget. Tempo aku berkeras, ia usir aku.
Tentu saja aku jadi tidak berdaya, mengadu pada polisi,
saksi tidak ada, ia ada satu sudagar ternama, mana polisi
percaya aku. Di lain fihak, aku tidak mampu ganti uangnya
sobatku. Begimana sekarang? Tidak ada lain jalan, aku jadi
nekat...."
"Apa bisa jadi Ie Hok bisa bikin barang palsu dalam
tempo tiga hari?"
"Tidak. Ia mustinya sudah sedia yang tiruan." "Sekarang
apa kau mau, kau ingin itu tok-pan kembali atau uangnya
saja?"
"Aku harap bisa bayar ampat-puluh dollar pada sobatku
itu...'-
"Sayang kita tidak punya jumblah begitu besar!" kata Kat
Po, yang polos. "Kita biasa urus jumblah besar tetapi untuk
disebar pada badan amal...."
Ampir Kat Po buka resia, baiknya Hiang Kat keburu
kedipin ia mata. Dan sukur Ong Djiak Gie tidak bercuriga.
"Aku harap siocia bertiga tidak capekan hati buat
urusanku ini," kata ia.
"Jangan berduka, Tuan Ong, kitapunya In Siocia akan
bantu kau," kata Hiang Kat.
In Hong berpikir, sampe ia kata, "Tuan Ong, lagi sepuluh
hari, kau bawa tok-pan palsu itu ka mari, buat trima
uangnya ampat-puluh lima dollar. Di mana Thia Ie Hok
tinggal?"
Djiak Gie kasi tau alamatnya Ie Hok, tapi ia awasin
nona kita.
"Percaya aku, tapi ande-kata kita salah janji, kau masi
punya tempo akan terjun ka sungai!" In Hong bilang.
Atas itu, Djiak Gie manggut, kemudian ia pamit pulang.
*********
D i dalam kamar tetamu dari gedongnya yang besar dan
indah, sudagar besar Thia IeHok menyambut tetamunya,
Miss In Hong, yang dandan dengan saderhana, tetapi
kaeilokannya tidak jadi sirna.
Di tangannya si nona ini ada satu bungkusan kertas. Ie
Hok ketarik atas orang punya kecantikan.
"Aku girang atas kunjungankau, nona. Apa aku bisa
berbuat untuk kau?"
"Aku dengar tuan ada sudagar barang kuno, aku hendak
jual akupunya gambar lukisannya Tong Pek Houw dari
Ahala Tong. Sabenarnya aku merasa berat akan keluarkan
ini...."
Miss In Hong bicara dengan sikep likat kerna jengah.
"Tulung kasi aku tengok dulu gambar itu, nona."
In Hong beber gambarnya di atas meja, tapi Ie Hok
bukan awasin gambar itu hanya orang punya cincin mirah
di jeriji manis, ia terperanjat tempo si nona minta ia preksa
gambar itu.
"Kenapa kau hendak jual ini gambar, nona?"
"Aku perlu uang, tuan...."
"Tapi ini ada gambar tiruan," kata sucjagar barang kuno
itu, satu achli.
"Apa? Tiruan? Ach, kalu begitu, gambar ini tidak
berharga sapeser buta...."
"Aku tidak pedayakan kau nona. Gambarnya Tong Pek
Houw memang banyak, tidak kurang juga yang palsu. Kau
perlu uang, kenapa kau tidak jual saja kaupunya cincin?"
"Cincin?" dan In Hong mengelah napas. "Ini cincin ada
tetinggalan ibuku almarhum, mirah ini palsu dan ibu dulu
beli di depan greja Seng Hong dengan harga yang murah
sekali. Aku tidak niat jual ini cincin, ka-satu ia ada tanda
mata dari ibu, ka-dua harganya tidak ada...."
In Hong unjuk roman sedi, dengan sapu-tangan ia susut
matanya.
Tapi Ie Hok terus pandang cincin itu, sampe In Hong
gulung gambarnya.
"Ma'af, tuan, aku telah ganggu kau. Sampe ketemu
pula!"
"Tunggu dulu, nona!" Ie Hok menyegah, selagi orang
putar tubuh. "Bisa jadi aku kliru liat, maka mautah besok
lohor jam tiga kau datang pula, aku nanti undang achli akan
preksa gambarmu ini?"
"Baik, tuan, besok aku akan datang pula. Trima kasi!"
Kapan In Hong sampe di rumah, Kat Po sambut ia
dengan, "Apa kabar? Berhasil?"
"Ie Hok benar achli, ia lantas liat kepalsuannya gambar
kita. Tapi ia ketarik sama cincinku ini."
"Dan?"
"Aku ingin ajar adat, agar lain kali ia tidak tipu orang
pula."
"Begimana kau hendak berbuat?"
"Besok kau boleh ikut aku, asal kau tutup mulut!"
"Baik!"
Dan besoknya, In Hong bersama Kat Po, telah kombali
ka gedongnya Ie Hok di mana sudah berkumpul tiga orang
lain, katanya achli-achli gambar kuno.
Mereka ini sudah lantas goyang-goyang kepala kapan si
nona telah beber gambarnya di atas meja.
"Sayang, Miss In Hong, tiga sobatku pun liat gambar ini
bukan yang tulen," kata Ie Hok dengan menyesal.
"Ya, aku pun tidak sangkah," saut In Hong seraya
berbangkit, romannya masgul. Ia hendak pamitan.
Kat Po tidak puas, hingga matanya mengincar ka
sakitarnya. Ia ingin samber salah satu barang kuno, yang
berada di meja dan di tembok, untuk gantikan tok-pannya
Djiak Gie. Tapi In Hong lirik ia.
"Tapi, nona, duduklah dulu," Ie Hok mengundang. Ia
berlaku sangat manis-budi. "Biar jual beli batal kita bisa
duduk bicara...."
In Hong duduk dengan roman terpaksa, Kat Po telad ia.
"Kalu kau perlu uang, nona, ande-kata kau mufakat, aku
bersedia akan beli cincin kau," kata tuan rumah.
"Kau penuju cincinku ini, Tuan Thia?" In Hong tegesin.
"Brapa, kau taksir?"
"Ampat-puluh dollar!" saut Ie Hok dengan cepat.
Kalu tadi ia nampaknya heran, sekarang In Hong
tertawa.
"Lima-puluh, nona, harga paling tinggi aku bisa brikan!"
Ie Hok naekin sendiri. *
"Kalu bukannya yang palsu, cincin ini barangkali
berharga delapan-puluh dollar," kata In Hong. "Sayang aku
bukannya orang dagang... Tapi ini ada mirah tiruan, harap
tuan tidak main-main sama aku..."
"Tidak, nona, aku tidak main-main! Aku mau beli cincin
kau buat lima-puluh dollar."
"Apa bisa jadi mirah palsu ini ada resianya?" In Hong
tanya, agaknya ia heran.
"Resianya sih tidak ada, aku hanya suka saja. Jangan siasiakan kans, nona!" Ie Hok membujuk.
"Tidak, tuan, aku tidak mau jual...."
"Kenapa sih kau tidak hendak jual, nona?"
"Seperti aku sudah bilang, ini ada tanda mata ibuku...."
Lagi-lagi In Hong tepes matanya.
"Toch kau bisa dapati lain barang, upama potret
ibumu...?" kata Ie Hok pula.
"Maski begitu, tuan, begimana bisa, barang palsu dijual
mahal-mahal?" kata si nona. "Aku tidak brani jual barang
palsu sebagi barang tulen!"
Kat Po kutik sucie itu, supaya itu cincin dijual, tapi In
Hong kasi tanda supaya sumoay ini diam.
"Nona, apa aku boleh liat-liat cincinmu itu?" achirnya Ie
Hok minta.
"Tentu, Tuan Thia."
Dan In Hong letakin tangannya di atas meja, ia tidak
lolosin cincinnya itu.
Ie Hok ambil kaca, akan preksa batu itu, ia merasa
bahwa ia tidak salah liat. Iapunya tiga kawan, yang diminta
bantuannya, juga melihat mirah tulen.
"Ada apanya yang luar biasa pada cincinku ini?" tanya In
Hong seraya tarik pulang tanganya.
"Luar biasa atau tidak, aku ingin beli cincin kau ini,
nona," Ie Hok mendesak.
"Toch aku sudah terangkan, mirah ini ada tiruan, Tuan
Thia!" In Hong pastikan. "Wet pun melarang buat jual
tiruan sebagi yang tulen. Apa kau hendak paksa aku langgar
undang-undang?"
"Jangan memikir sampe di situ, Miss In. Aku yang
hendak beli, cara begimana kau bisa dibilang melanggar
wet?"
"Jadi benar-benar tuan mau beli mirah palsu ini?"
achirnya In Hong tegaskan.
"Benar, aku hendak beli cincin ini, cincin palsu seperti
kau katakan!" Ie Hok pun tetapkan.
"Kalu begitu, baiklah," In Hong achirnya menyerah.
"Tuan-tuan, bersama adeku ini, tulung kauorang menjadi
saksi. Cincin palsu ini Tuan Thia mau beli dengan sukanya
sendiri, buat harga lima-puluh dollar kontan, dan apa juga
jadinya kemudian, ia tidak boleh menyesal...."
"Pasti tidak!" Ie Hok berikan janjinya.
In Hong lantas loloskan cincinnya itu, selagi ia berbuat
demikian, Ie Hok letaki uang di atas meja, maka begitu
cincin diserahkan, uangnya lantas diterima. Si nona sendiri
yang buka cincinnya.
"Trima kasih, Tuan Thia. Tuan-tuan, sarnpe ketemu
pula!" Sambil kata begitu, dengan bawa uangnya, In Hong
berlalu bersama Kat Po.
Baru saja mereka sampe di luar, selagi mereka mau naeki
sam-loen-tjia, keliatan Ie Hok dan tiga sobatnya lari keluar
dengan terbirit-birit, mukanya tuan rumah ada pucat,
sikapnya gugup bukan main.
"Miss In, tunggu, tunggu!" demikian ia bertreak-treak
memanggil.
"Ada apa, Tuan Thia?" In Hong tanya, dengan unjuk
roman heran.
"Miss In, cincinmu ini ada mirah palsu, ia tidak berharga
lima-puluh dollar...," kata Ie Hok, suaranya tidak lampias.
"Eh, kau aneh, Tuan Thia!" nona kita bilang. "Siapa
bilang mirah itu tulen? Berulang-ulang aku sudah tegaskan
mirah itu ada tiruan...."
"Kutika aku preksa, itu ada mirah tulen," Ie Hok kata.
"Begitu? Inilah aneh. Katiga tuan ini toch menyaksikan
bahwa mirah ini ada palsu. Tidakkah begitu, tuan-tuan?"
Tiga achli itu melongoh, bergantian ia awasin si nona
dan tuan rumah.
Ie Hok bengong, tangannya masi pegangin itu cincin
mirah. "Nah, sampe ketemu, tuan-tuan!"
Dan In Hong bersama Kat Po linyap dengan sam-loentjia.
Kutika mereka sampe di rumah, Kat Po lampiaskan
kaheranannya.
"In Hong, aku tidak mengarti lelakon kau ini?" ia tanya.
"Saderhana saja, adeku!" saut In Hong dengan sabar.
Dari sakunya, ia keluarkan satu cincin mirah. Ini ada cincin
yang tulen, yang tadi aku pake di jariku. Selagi tadi aku
loloskan ini, yang palsu aku telah sediakan di tanganku.
Bukankah aku ada pegang saputangan, buat menepes air
mata? Mereka tentu tidak bisa liat gerakan tanganku. Tapi
dasarnya achli, mereka bisa lantas ketahui kepalsuannya
cincin itu. Tapi kita sudah bikin perjanjian pasti, apa Ie Hok
bisa bikin? Ia suka menipu, ia boleh trima bagiannya!" Kat
Po tercengang, achirnya ia bersenyum.
*********
Sepuluh hari kemudian, waktu mendusin pagi, Ie Hok
berdiri bengong di depan meja di dalam kamarnya. Di atas
meja itu ada iapunya tok-pan palsu, yang ia serahkan pada
Djiak Gie. Dilacinya, linyap iapunya cincin mirah palsu,
yang ia beli buat lima-puluh dollar dari Miss In Hong. Dan
iapunya tok-pan tulen, terbang entah ka mana, kerna tokpan itu tidak ada di lain meja di dalam kamarnya itu.
Kemudian, dari dalam tok-pan palsu itu, ia dapetin
salembar kertas dengan ini tulisan ringkes,
"Uangmu lima-puluh dollar bukan harganya cincin
mirah palsu, hanya ada harganya tok-pan tulen dari Ong
Djiak Gie, tapi juga itu tok-pan, bukannya hakmu, hanya
ini kaupunya, yang tiruan."
Di bawah itu surat ada lukisan kecil seekor burung
kenari. Mukanya Ie Hong menjadi pucat, ia keluarkan
keringat dingin. "Oh, Oey Eng, Oey Eng!" ia berseruh
dengan terguguh.
TAMAT

1 komentar:

  1. Casino: Play Slots and Table Games for Real Money - Dr.MD
    It is a good opportunity for you to 경주 출장마사지 play at a 아산 출장안마 casino to relax and test 안산 출장안마 new skills, and try 남원 출장마사지 a new game each day, for fun or 제천 출장마사지 for free.

    BalasHapus