Rabu, 17 Mei 2017

CERSIL ANEH DEWASA KUDA KUDAAN

CERSIL ANEH DEWASA KUDA KUDAAN
BACA JUGA:
-Seri Oey Eng Burung Kenari
Kuda- -kudaan    Kumal la 
Karya : Siau Ping Saduran : T
Sumber DJVU : Manise
Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/  http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/  http://ebook-dewikz.com
Cetakan Pertama : Majalah Mingguan Star Weekly 1951
Cetakan Kedua : ADD Publishing - Juli 2009
Cerita Detektip berjudul Kuda-Kuda'an Kumala,
Lelakon Oey Eng si Burung Kenari, merupakan cerita
bersambung yang dimuat di Majalah Mingguan Star
Weekly dalam 1 nomor penerbitan.
Star weekly no. 305, 3 Nopember 1951. hal 17, 18
Oudara Tjie Wie, untuk tipu-dayaku, aku butuhkan
bantuan kau. Aku ingin dapat pinjam pake kaupunya huicui-ma, itu kuda-kuda'an kumala ijo, yang harganya tinggi
ta'dapat ditaksir...," demikian katanya Detective To Tjie An
dari kota Shanghai, pada hartawan Liok Tjie Wie, dalam ia
ini punya kamar tetamu yang indah.
"Kenapa mesti capekan hati, sudaraku?" Tjie Wie tanya.
"Buat kau toch ada gampang sekali akan bekuk sesuatu
orang jahat?"
Hartawan ini nampaknya ada tida mengarti.
"Sebab dia ada beda daripada penjahat yang kebanyakan!
Ande-kata sekarang ia berada di kantor polisi, dengan tak
ada bukti, aku tidak mampu cekuk padanya, tida sekalipun
salembar rambutnya! Aku perlu kumala kau, supaya bukti
dan orang aku bisa ringkus berbareng!"
"Siapa sih dia itu?" Tjie Wie tegaskan.
"Miss In Hong!"
"Miss In Hong? Miss In Hong yang mana?"
"Oey Eng, si Burung Kenari!"
"Ach...! Kau sebenarnya mau tangkap In Hong atau Oey
Eng?"
"Aku hendak bekuk Oey Eng tetapi ia selalu muncul di
depanku selaku In Hong, inilah sukarnya! In Hong ialah
Oey Eng, Oey Eng ada In Hong, tetapi...."
"Oey Eng? Apa bukannya lie-hui-cat, si bandiet
perempuan yang bijaksana, yang gemar mengamal dan
mendermah?"
"Benar dia!"
"Kalu begitu, dengan pinjamin kumalaku pada kau,
sama saja aku mendermah pada Oey Eng...," kata Tjie Wie
achirnya. Ia memang tau siapa dianya si Burung Kenari, si
Nona Baju Kuning.
"Kau jangan takut, sudaraku," Tjie An membujuk. "Aku
nanti pasang puluhan orangku yang pande dan gaga buat
lindungin kumalamu itu, aku hanya ingin Oey Eng masuk
dalam jebakan!"
"Ande-kata kumalaku itu terbang juga...?" Tjie Wie
bersangsi.
"Aku akan kerahkan polisi, buat dapati pulang! Aku
perlu itu kumala cuma buat tuju hari, di hari ka-delapan,
pagi-pagi, aku akan anterkan pulang dengan tidak kurang
suatu apa. Aku akan pertarokan jiwaku, sobat...!"
Achir-achirnya, Detective To bisa dapati hui-cui-ma
itu....
To Tjie An telah pinjam ruangan dansa dari Wen Yi
Club di antara dua straat Rue Lafayette dan Avenue Petain
untuk mengadakan tentoonstelling dari kuda-kuda'an
kumala yang mahal. Ia telah pasang banyak orang polisi
akan jaga gedong itu di luar dan dalam.
Ruangan itu bisa muat bebrapa ratus orang. Kumala
ditaro di tengah-tengah, di atas meja yang terkurung dengan
lankan kuningan, di ampat penjurunya ada divan dan korsikorsi, untuk tetamu atau penonton duduk beristirahat.
Ia sendiri, bersama A Poan, pembantunya yang gemuk,
yang ia percaya betul, berdiam di satu kamar dari mana
marika bisa mengintip ka dancing hall dengan laen orang
tidak bisa liat mereka.
Gedong itu sendiri berada di pusatnya suatu taman,
terpisah dari tetangga paling dekat masi ada 4-5 tumbak
jauhnya. Dalam surat-surat kabar ada dimuat tentang ini
tentoonstelling, yang maksudnya yag benar adalah
undangan buat si Burung Kenari.
Di hari pertama, mulai jam 9.00 pagi, tetamu telah
masuk beruntun dan bergantian. Mereka ada dandan rapi
dan indah, harga karcis yang tinggi membuktikan mereka
ada dari kaum atas, yang paling miskin adalah bangsa achli.
Tjie An dan orang-orangnya yang tidak pake seragam,
senantiasa ada pasang mata.
Pada jam 2.00 lohor muncul dua pemuda potongan
buaya darat, tetapi pakeannya indah dan dari bahan mahal,
mereka cendorongkan diri di lankan, menyaksikan sampe
lama, seperti yang tidak bosen. Kemudian orang tua dengan
pakean dekil dan banyak tutusannya, yang juga agaknya
ada sangat ketarik hati sama kumala itu. Tentu saja, mereka
tida bisa lolos dari pengawasan polisi.
Kemudian lagi tertampak tiga nona yang cantik dengan
pakeannya yang indah, satu antaranya ada elok luar biasa,
hingga semua penonton jadi menoleh dan mengawasin.
Buat si mata keranjang, dengan meliat tiga si manis ini,
harga karcis yang mahal telah tida jadi mahal lagi....
Mereka ini dekatin lankan, atas mana dua pemuda dan si
orang tua berpakean dekil lekas-lekas membagi tempat,
hingga mereka bisa datang dekat dan bisa meliat kumala
dengan leluasa.
Dari kamarnya, Detective To kenalin Miss In Hong alias
Oey Eng serta ia ini punya sumoay Kat Po dan keponakan
perempuan Hiang Kat.
"Kau liat, A Poan! Dugahanku tida meleset, di hari
pertama In Hong telah datangmenonton, dengan ajak dua
kawan...."
Tjie An bicara dengan girang dan bangga, hatinya puas.
Justeru itu di luar lankan terdengar suara brisik, kapan A
Poan mengintip, ia liat si orang tua dan dua buaya sedang
berklai, dengan seruh.
"Pasti mereka ada konconya In Hong dan mereka
hendak buyarkan perhatiannya polisi," kata Tjie An.
"Bisa jadi. Tapi, mana ia bisa turun tangan...?"
"Tapi liat itu anem babi tolol!" kata Tjie An.
Benar, anem agen telah pisahkan tiga orang itu, hingga
perklaian jadi sirep. Tapi tiga orang itu tetap belon mau
berlalu.
"Sebenarnya kumala ini mau dibawa pulang atau tiada?"
Kat Po bersuit. Itulah ada omongan resia mereka. "Ketika
barusan mereka berklai, aku sudah mau turun tangan...."
"Jangan sembrono," In Hong bersuit, dengan
cegahannya.
"Aku ingin nyerbuh berbareng sama Hiang Kat aku nanti
gempur itu anem agen dan sigra lompat ka jendela. Apa
mereka bisa bikin?"
"Ingat pada penjagaan yang  kuat sekali," In Hong
peringati. Mereka tetap berbicara dengan bersuit. "Aku mau
tunggu sampe malam."
"Nah, sabentar malam saja kita kombali!" Kat Po bersuit
pula.
"Kauorang pulang duluan, aku mau menilikin
sabentaran lagi," In Hong pun bersuit.
Kat Po ajak kawannya pergi, di blakang mereka
kemudian menyusul si dua anak muda dan si orang tua
dengan pakean dekil. In Hongsebaliknya duduk di divan
dan ia keluarkan pena dan notes, akan mencurat-coret.
Tjie An terus pasang mata. Ia ingin ketahui orang tulis
apa tetapi ia tida bisa dekatin nona itu. Maka achirnya, "A
Poan, pergi suru satu agen yang menyamar dekatin Hong,"
ia prentah.
A Poan berlalu, akan lakukan itu prentah. Maka sabentar
kemudian, satu agen menghampirkan In Hong, akan duduk
di samping ini nona, dengan matanya saban-saban melirik
orang punya buku notes.
Seperti orang tida engah atau tak perdulian, In Hong
terus kasi kerja penanya. Ia melukis hui-cui-ma, ia gusek, ia
menulis lagi, gusek pula, demikian bebrapa kali, maski ia
bisa melukis dengan bagus. Ia bikin agen di sampingnya
jadi tida sabaran. Achirnya ia melukis satu divan, di atas itu
ada lukisan ia sendiri sedang menulis, di samping ia, sambil
ulur leher, ada seekor anjing polisi sedang melongok
lukisannya!
Kapan ia tampak itu sindiran, si agen gusar bukan maen,
tapi ia cuma bisa berlalu dengan mendongkol. Ia pergi buat
kasi lapor per telepon pada Tjie An.
"Ia benar pintar dan brani," A Poan puji nona itu. "Apa
ia bakal kena dijebak?"
"Aku merasa pasti!" saut Tjie An, yang toch kertek gigi,
saking mendelu;
Kira jam 6, penonton mulai surut, dan pada jam 8,
semua pintu lantas ditutup. Semua penonton pulang. Polisi
sendiri, kecuali yang jaga di luar, semua naek ka loteng,
buat dahar dan beristirahat. Tapi malamnya, Tjie An siap.
"Sabentar ia bakal datang," ia kasi tau. "Kasi ia masuk,
jangan kasi ia keluar! Kita musti bekuk ia orang dan
barang!"
A Poan dapat kewajiban menjaga api, saluran ruangan
digelapi, kebetulan sekali, malam itu tidak ada rembulan
dan bintang pun jarang.
Sunyi belon lama, di tembok keliatan orang berlari-lari,
pakeannya item. Ia linyap sabentaran, lantas ia muncul
pula. Ia loncat turun ka taman, terus menuju ka jendela ka
mana ia naek dengan gunai bandringan. Ia bisa masuk ka
dancing hall dengan merdika, sebab kendati polisi liat ia, ia
diantep saja. Ia bertindak ka lankan, ia lompatin itu, ulur
tangannya da kumala berada di tangannya.
Di saat ia putar tubuh, buat berlalu, mendadakan api
semua jadi terang dan di sekitar ia, agen-agen polisi todong
ia dengan revolver. Ia dandan serbah item, mukanya
ditutupi topeng, sampe tangannya ada pake sarung tangan
item. Ia manda kedua tangannya dipegang keras oleh dua
agen.
Tjie An menghampirkan, buat pasang borgolan.
"Miss In, aku tidak nyana ini malam kitaorang bisa
bertemu secara begini!" kata itu detective sambil tertawa.
"Kau sedang malam atau kepandeanmu kurang sampurna?"
Orang serbah item itu diam saja.
Kerna orang membungkem, Tjie An menyamber sama
tangannya, topeng terlepas dan... ia berhadepan sama satu
muka lelaki yang kisutan!
"Hei, siapa kau?" detective ini berseru dengan
pertanyaannya.
Masi saja si serbah item itu diam saja.
"Tuan, dialah si orang tua dengan pakean rombeng yang
tadi siang berklai di sini sama itu dua pemuda luntanglantung!" berseruh satu agen.
"Apakah kau ada orangnya In Hong?" tanya Detective
To dengan lesuh.
"In Hong siapa? Aku tida kenal In Hong!" achirnya kata
orang tangkapan itu.
"Lie-hui-cat Oey Eng, si Nona Bpju Kuning!" Tjie An
jelaskan.
"Aku baru datang dari Szechuan, aku dengar nama Oey
Eng, aku tida kenal orangnya. Aku tida punya hubungan
sama Oey Eng itu!"
Tjie An rampas pulang kumala dari tangannya bandiet
itu, dengan ati-ati ia letakin pula di tempatnya, kemudian ia
prentah bandiet itu dibawa ka kantor polisi.
"Jaga supaya orang tida ketahui kita telah bekuk dia ini.
Lekasan sedikit! Oey Eng musti datang ini malam! Lekas
pademin api!"
Prentah itu diturut dengan sigra.
Tapi malam itu orang melek dengan perasaan kuciwa,
Oey Eng tida muncul, juga tida di malam ka-dua. Malam
ka-tiga, malam ka-ampat, semua liwat dengan sepi saja.
Malam ka-lima diliwatkan dengan lesuh dan masgul. Di
malam ka-anem, pada jam 12, Tjie An dengar suara
membeletuk di meja.
"Api, lekas!" ia prentah, bahna heran, sebab selanjutnya,
ruangan tetap sunyi.
Di bawah terangnya listrik, kumala tetap di tempatnya,
hanya di atas meja ada nancep sebatang pana kecil, yang
menusuk sepotong kertas dengan tulisan begini,
"Tuan Detective, Bertrima kasi yang kau hendak
persembahkan kumala berharga padaku, adalah tida hormat
akan tampik itu, maka besok malam, jam 12 tepat, aku akan
datang buat trima itu."
Tanda tangannya ada satu lukisan seekor burung kecil.
Meliat jurusannya, pana itu masuk dari jendela barat,
tapi aneh, di situ polisi tida dapati orang datang atau pergi.
Besoknya, hari pengabisan, tetamu sudah kurang
banyak, ada jam 6, ruangan sudah kosong, kendati
demikian, Tjie An malah perkeras penjagaan dan A Poan
dipesan wanti-wanti menjaga api.
"Malam ini ada malaman pertarungan yang
memutuskan!" ia kasi tau.
Lekas sekali, lonceng telah unjuk jam 7.55. Lagi 5 menit,
lantas sampe jam 8.00. itu waktu, tentooonstelling akan
sudah ditutup, semua pintu dan jendela akan dirapeti dan
dikunci. Hingga orang akan tinggal tunggui datangnya si
Burung Kenari....
Mundar-mandir di muka lankan, Tjie An senantiasa
awasi lonceng di tembok.
Adalah di sa'at itu, di pintu muncul satu nona, yang eilok
luar biasa, bajunya kemeja kuning, celananya celana jas
panjang warna kuning juga. Tubuhnya langsing, siapa
pandang ia, tentu musti terus mengawasin!
"Tuan Detective, kau juga menyaksikan kumala?" In
Hong menegor sambil mesem manis, dengan tindakan
tenang, ia mendeketin lankan.
"Eh, Miss In, kau datang sekarang?" detective itu balik
menegor. Ia tidak menyangkah. j
"Jam penutupan 'kan jam 8.00? Sekarang masi ada
tempo bebrapa menit, apa aku boleh turut menyaksikan?"
tanya si nona.
"Ya, masi ada bebrapa menit...," Tjie An jawab dengan
mata dipasang awas.
"Aku percaya Oey Eng bakal menang, Tuan Detective!
Apakah kau ijinkan aku berdiam di sini, akan menonton
kepandeannya si Baju Kuning itu?"
"Dengan kau berdiam di sini, Oey Eng tentu lebih
bergumbirah. Baek, aku mengasi perkenan," Tjie An
meluluskan.
"Kau baek sekali, tuan, trima kasi. Aku girang sekali.
Tapi aku hendak terangkan pada kau, upama kata Oey Eng
berhasil mencuri kumala, ia tida ada sangkutannya sama
aku!"
"Kita nanti liat saja, Miss In, bukti barang ada di tangan
siapa!" detective itu jawab. "Aku tau, kau pun pande, tidak
kalah daripada Oey Eng, siapa tau kalu-kalu kau pun gatel
tangan?"
"Trima kasi buat pujian kau! Di antara Oey Eng dan aku,
bedahnya ada seperti langit dengan bumi. ..I"
Marika saling awasin, si nona bersenyum manis.
"Duduk saja kurang gumbirah, Tuan Detective, apa kau
suka titahkan orang seduh kopi?" kata In Hong kemudian.
"Tentu, Miss In!"
Lantas berdua marika duduk berhadepan di depan meja
di luar lankan, sambil irup kopi, marika pasang omong
pintu telah dikunci, jendela telah dijaga keras, laen marika,
yang jagai kuda-kuda'an kumala ijo.
Suara lonceng, sabelas kali, memecahkan kasunyian.
Tida ada hamba wet yang menyangkah bahwa In Hong
brani turun tangan di depan begitu banyak orang polisi,
selagi api terang benderang seperti siang, melaenkan Tjie
An sendiri, yang terbenam dalam kesangsian, kerna ia tau
orang punya kebranian dan kegagahan. Diam-diam A Poan
dipesan akan sigra tembak siapa saja yang brani ganggu
pesawat penyalah api!
Tjie An bersenyum waktu ia dapat pulang kapercayaan
atas dirinya.
"Tuan Detective, apa kau bersenyum kerna percaya Oey
Eng tida bakalan mampu lolos dari sini?" In Hong tanya.
"Ia bisa keluar dengan borgolan pada kedua tangannya!"
Tjie An jawab.
"Aku percaya, begitu merdika ia di waktu masuknya,
begitu merdika juga ia di waktu berlalunya...," si nona kata
sambil tertawa, sikepnya suajarnya sekali.
Lonceng sekarang mengunjuk pada angka 11.58! Lagi
dua menit saja!
"Tuan To, Oey Eng akan sigra datang, kau ati-atilah!" In
Hong peringeti. Ia geraki kaki dan tubuhnya, ia nyender di
korsinya.
Tjie An tertawa.
"Aku telah menjaga keras, api jni malam tida nanti bisa
dipademkan!" kata ia. "Sekali ini, Oey Eng musti
menyerah...." Jarum lonceng pindah menjadi 11.59! "Oey
Eng, Oey Eng, apa kau brani turun tangan?"
Sambil kata begitu, Tjie An awaskan In Hong secara
menantang. Tapi si nona tetap bersenyum, romannya
anteng luar biasa.
Lonceng lantas saja berbunyi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
11 ... 12! Dan berbareng sama berkleneng dua-belas itu, api
padem semua dengan tiba-tiba,ruangan jadi gelap luar
biasa, sebab justru barusan cahya ada terang istimewa!
Tjie An semua jadi kaget, sakejab itu, marika terguguh,
tetapi lekas juga, lampu-lampu battery dikasi menyalah,
menuju ka meja di dalam lankan....
Kumala telah linyap!
Kutika In Hong disuluhkan, ia duduk tetap di korsinya,
seyumannya menyungging mukanya yang putih, alus dan
eilok-manis!
Di sa'at itu, dari luar, di wuwungan rumah tetangga
sebelah barat, datang suara, "To Tjie An, kumala sudah jato
ka dalam tanganku! Siapa berkepandean, mari, aku
tunggu!"
Belasan senter menuju ka wuwungan rumah itu, di sana
berklebat satu bayangan kuning, sebelah tangannya
menyekel satu buntelan!
Baru saja Tjie An mau prentah menembak, atau
kupingnya dengar, "Ati-ati, tuan, kau nanti tembak kumala
berharga itu!"
Itulah ada suaranya In Hong, tawar dan mengejek.
"Jangan menembak! Hayo ikut aku!" Tjie An lalu
bertreak. "Kurung itu rumah!"
Tjie An lantes lari ka pintu, yang dipentang dengan sigra,
bersama orang-orangnya, ia memburuh keluar.
In Hong ditinggal sendirian, melirik ka sekitarnya, ia liat
tidak ada laen orang. Dengan satu lompatan, ia melesat ka
depan jendela, yang madepi jalanan kecil yang sunyi. Di
situ ada tiang listrik, nangkel di tiang itu, ada nona Hiang
Kat, yang nyamar jadi tukang listrik. Ialah yang putuskan
kabel, membikin gedong jadi gelap seluruhnya.
In Hong sambitin satu buntelan pada kawannya itu, yang
terus mengilang setelah sanggapi buntelan itu. Ia sendiri
lekas kombali ke korsinya, akan duduk menyender seperti
tadi. Ia puas meliat Hiang Kat, terutama Kat Po, sudah
kerja dengan sampurna.
Tjie An berameh balik denganlekas, sebab Oey Eng tida
ketan gkap.
Kapan marika sampe di dancing hall, In Hong lagi
duduk nyerande sambil bersenyum.
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar